LGBT dari Dimensi Sosial

 on Rabu, 24 Februari 2016  

Persoalan LGBT sudah demikian tidak sedikit dibahas di beraneka fasilitas massa, forum diskusi, seminar, & lain-lain. biasanya mereka menyaksikan LGBT dari kacamata hukum (fiqih), psikologi, HAM, & kemudian.

Dari sisi hukum agama (Islam, Kristen, ataupun Yahudi) telah amat terang bahwa tingkah laku & aksi LGBT ialah tindakan dosa, & yang merupakan acuannya yaitu kisah kaum Sodom & Gomorrah dari Nabi Luth. Dari sisi pandang psikologi dikategorikan juga sebagai wujud penyimpangan tingkah laku. Sedangkan dari kacamata HAM, diskriminasi kepada kaum LGBT dianggap pelanggaran hak asasi manusia.

Di sini aku mau cobalah menyaksikan LGBT dari sisi pandang yg tidak serupa, ialah dimensi sosial. Walaupun dengan cara sosial serta, LGBT konsisten dianggap suatu deviasi sosial lantaran tidak searah dgn pranata sosial yg berlaku di warga yakni dinas perkawinan.

Jikalau dari sudut hukum, orang tak bakal sempat tanya atau menanyakan kenapa mereka jadi gay – kenapa mereka jadi lesbian dan sebagainya. Latar belakang sosial apa yg melatarbelakangi satu orang dapat jadi LGBT.

Seorang jadi LGBT pasti ada aspek atau keadaan sosial yg melatarbelakanginya. Kategori interaksi, pola pertalian, komunikasi, lingkungan sosial, tata nilai & norma merupakan banyak hal yg tak dapat diabaikan. Berikut sekian banyak di antaranya :

1. Disharmonisasi hubungan anak-ayah

Ayah yg terlampaui keras/otoriter mampu menciptakan seseorang anak mengalami kegagalan dalam proses identifikasi peran & kepribadian. Maka dirinya jadi lebih tidak sedikit condong terhadap ibunya. Anak mengalami tekanan, kegersangan, & keterasingan dari sosok ayah yg melindungi, jadi panutan, & pemberi kasih-sayang. Apabila dewasa nanti, dirinya dapat mencari sosok lelaki pengganti ayah. & kala telah menemukannya, dapat menjadi jalinan yg terbina sampai jalinan intim seperti sebagaimana kekasih atau suami-istri.

2. Anak lelaki di tengah-tengah saudara wanita

Aspek ini berjalan kalau ada seseorang anak lelaki yg seluruh saudara kandungnya wanita. Dari pola pertalian, komunikasi, atau rutinitas sehari-hari, sedikit-banyak beliau bakal terpengaruh oleh sikap, tabiat, rutinitas yg keperempuan-perempuanan. Maka nanti dewasa, mampu saja dirinya disukai lelaki atau gemar lelaki.

3. Kedekatan paman & keponakan

Elemen ini mampu berjalan dalam kasus contohnya si anak yatim/piatu maka diasuh oleh pamannya; atau si paman yg sudah lama ditinggal mati istrinya. Jalinan yg intens sanggup memunculkan interaksi yg kusus.

4. Adat di pondok pesantren/boarding school

Di pesantren tidak jarang berlangsung serta pertalian sejenis. Ini lantaran pemisahan lokasi yg tegas antara lelaki & wanita, serta minimnya kesempatan buat berjumpa atau berkomunikasi bersama beda tipe kelamin. Kisah ini sanggup dibaca di buku “Surban yg Terluka” (mampu disearch di google). Tetapi jalinan ini rata-rata bersifat temporer, lantaran dikala mereka lulus pesantren mereka menikah & menjalani kehidupan normal.

5. Lingkungan sosial tertentu yg tak ada wanita

Contohnya saja di penjara, camp pengungsi, areal tambang, asrama tentara dll. Keadaan lingkungan sosial seperti ini pula dapat memicu pertalian sex sejenis.

6. Lingkungan pergaulan

Dalam lingkungan sosial tertentu, tidak sedikit terdapat kaum LGBT di sana. Nah, apabila kita tidak jarang bergaul dgn mereka, terbiasa menjalin kedekatan bersama mereka; tak menutup barangkali kita dapat tertular oleh tingkah laku & etika mereka.

7. Tren atau gaya hidup baru

Arus globalisasi & perubahan sosial yg kian tidak terbendung, pelan namun tentu kian ubah trick berpikir, kiat bersikap, trik menilai, bergesernya nilai, termasuk juga serta perubahan pola hidup. Di sekian banyak ruangan di belahan dunia, LGBT ada yg sudah jadi gaya hidup. Termasuk Juga ada lelaki normal (gigolo) yg jual diri baik buat wanita ataupun lelaki.

Menanggapi fenomena LGBT terkecuali sekedar memvonis, menghukumi, mencerca, mengutuk & kemudian, namun kita pula butuh tahu segala factor yg melatarbelakanginya & penyebab mereka jadi seperti itu (Why?).

Dengan Cara Apa juga, mereka terus makhluk ciptaan Tuhan yg biarpun masih kita manusiakan. Dengan Cara umum, sekiranya mereka diminta pilih, aku kira mereka dapat lebih pilih jadi manusia normal.

Lagi serta kenapa harus mengutuk, jikalau diri kita pun belum pasti bersih & mendapat jaminan masuk surga. Sementara mereka juga tetap punyai peluang buat bertobat & memperbaiki diri (khusnul khatimah). Sanggup baca buku “Tuhan Tidak Sempat Iseng” kisah pertobatan satu orang gay yg hasilnya menikah & mempunyai anak, penulis Zemarai Bakhin.

Tidak Cuma itu, ada juga lelaki yg gemar terhadap lelaki lain, tetapi cuma sebatas perasaan saja. Beliau tetap mampu menahan diri buat tak jalankan interaksi sex sejenis. Kemungkinan dia malu buat menunjukkan diri juga sebagai gay di depan publik atau benar-benar dia takut pada dosa. Jika dalam Islam, kalau orang berniat lakukan kriminil, namun belum hingga dilaksanakan, sehingga dia belum dihukumi sbg dosa.

Akhir kata, alangkah bijak bila kita menyadarkan mereka & menggandeng bertobat; daripada sekedar men-judge semata.

Catatan : di dalam khasanah Jawa tak mengenal istilah LGBT, yg dikenal cuma istilah “wandu”.
LGBT dari Dimensi Sosial 4.5 5 Unknown Rabu, 24 Februari 2016 Persoalan LGBT sudah demikian tidak sedikit dibahas di beraneka fasilitas massa, forum diskusi, seminar, & lain-lain. biasanya mereka me...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.